Rabu, 25 Mei 2016






METODE PENGUJIAN KESEHATAN BIJI (BENIH)

LAPORAN PRAKTIKUM


Diajukan Guna Memenuhi Tugas Praktikum Pengantar Teknologi Pertanian


Oleh
Kelompok : 1
              Akmaniyah                                        (151510501201)
              Sofi Unah Binti Riyanto                     (151510501213)
              Aulia Hikmah Vira                             (151510501152)
              Wildatun Munawara                           (151510501185)
              Yulid Nisrohah Zaizulini                    (151510501052)
              Rofi’ah                                                (151510501209)
              Dinda Nabila Maulani                         (151510501243)
              Muhammad Ali Wafi                          (151510501318)
              Dwi Nur Aini                                      (151510501071)


LABORATORIUM AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan unggulan di Indonesia, sehingga diharapkan produktivitas padi terutama padi sawah perlu ditingkatkan secara optimal. Hal ini karena kebutuhan akan beras terus-menerus meningkat sesuai dengan perkembangan penduduk pada tiap tahun. Padi sebagai sumber makanan pokok penduduk Indonesia bahkan Asia. Komoditas ini dapat meng-guncangkan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan pemerintahan apabila ketersediaan padi tidak cukup atau harga tidak terjangkau.
Permasalahan utama dalam kegiatan budidaya padi adalah produktivitasnya yang stagnan. Pada akhir-akhir ini, peningkatan hasil padi per ha tidak signifikan. Secara nasional pada tahun 2011, produktivitas baru mencapai sekitar 5 ton per ha. Bahkan di daerah Jawa Tengah, produktivitas padi masih berkutat pada angka kurang dari 3 ton ha. Di sisi lain, ketersediaan lahan persawahan mulai menyempit karena adanya pengalihfungsian dari lahan pertanian menjadi lahan pemukiman, hal ini menyebabkan lahan menjadi sulit untuk dikembangkan. Oleh karenanya, perlu terus dicari metode budidaya yang dapat meningkatkan hasil dan produktivitas budidaya tanaman padi. (Hatta, 2012)
Menurut Kartasapoetra dalam Lesilolo (2013), benih merupakan biji dari suatu tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usaha tani serta memiliki fungsi agronomis. Kualitas benih sangat menentukan tingkat pertumbuhan tanaman. Benih dituntut untuk bermutu tinggi atau benih unggul dalam konteks agronomi, sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang dapat berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang semakin maju dengan catatan tidak merusak ekologi lingkungan.
Kualitas benih berperan penting dalam peningkatan produksi budidaya tanaman padi. Salah satu parameter penting dalam menentukan mutu benih adalah kemampuan benih untuk hidup (viabilitas benih) atau kemampuan untuk berkecambah. Indikasi viabilitas benih dapat diduga melalui daya berkecambah. Benih berisi cadangan makanan dan senyawa yang berpengaruh terhadap perkecambahan. Perubahan atau penurunan viabilitas benih merupakan implikasi dari kemunduran kualitas benih. Kemunduran kualitas benih merupakan mundurnya mutu fisiologi benih yang dapat menimbulkan perubahan menyeluruh di dalam benih, baik fisik dan fisiologis maupun biokimia yang dapat menurunkan vigor, viabilitas, dan daya berkecambah pada benih tanaman padi (Firdaus, 2014).
Salah satu variabel dari mutu fisiologis benih yang mulai menarik perhatian petani adalah status vigor benih. Vigor benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh cepat, serempak dan berkembang menjadi tanaman normal dalam kisaran kondisi lapang yang lebih luas. Untuk menjamin ini, maka semua kegiatan dalam proses pemanenan serta kegiatan pasca panen meliputi perontokan, pembersihan, dan cara pengeringan gabah untuk benih sangat menentukan mutu benih, oleh karena itu kegiatan tersebut perlu di tingkatkan serta diefisienkan. Faktor yang paling utama adalah pengeringan benih, benih harus dikeringkan sampai kadar air mencapai 10-12%. Setelah menjadi benih dan siap simpan, benih harus dikemas secara baik dan disimpan ditempat dengan kondisi khusus untuk penyimpanan. (Ishaq, 2009.)
Menurut Prasetyo (2001), benih yang baik adalah benih yang memiliki banyak cadangan bahan makanan atau nutrisi. Benih yang baik akan tumbuh lebih cepat dan seragam. Benih yang dipilih harus memiliki beberapa kreteria diantaranya ialah benih benar-benar tua dan kering, butir benih padi harus bernas atau tidak kosong, selain itu benih harus murni serta bebas dari hama dan penyakit. Salah satu faktor yang menyebabkan kurang maksimalnya produksi padi adalah penggunaan benih padi  yang tidak bermutu misalnya ada patogen yang terbawa benih selama benih berada pada tempat penyimpanan. Salah satu faktor yang menentukan mutu benih adalah kesehatan benih yang ditentukan oleh keberadaan mikroorganisme pengganggu yang terbawa benih, seperti jamur, bakteri, nematoda ataupun virus. Penggunaan benih yang sehat dalam kegiatan produksi pertanian sangatlah penting, karena benih merupakan titik awal untuk mendapatkan tanaman yang sehat. oleh karena itu benih harus terhindar dari mikroorganisme pengganggu.
Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh patogen yang terbawa benih adalah pertumbuhan tanaman yang telah ditanam akan terganggu. Mikroorganisme terbawa benih juga akan menyebabkan penurunan daya kecambah benih, sehingga proses perkecambahan, pertumbuhan serta perkembangan benih akan terhambat. Selain itu patogen terbawa benih juga akan penurunan mutu hasil produksi baik secara kualitas maupun kuantitas. Oleh karena itu dianggap sangat penting untuk mengadakan uji kesehatan terhadap benih padi sebelum disemai.

1.2  Tujuan
Pengujian kesehatan benih bertujuan untuk mengetahui jenis patogen yang dibawa oleh benih. Pemeriksaan kesehatan dapat dipakai untuk berbagai tujuan antara lain :
a.       Mengevaluasi kesehatan benih sebelum disebarkan keberbagai tempat untuk keperluan pertanaman.
b.      Mengevaluasi efek dari fungisida untuk keperluan perlakuan benih.
c.       Mengevaluasi usaha usaha pengendalian penyakit dilapangan dalam rangka mencegah penyakit yang ditularkan ke biji.
d.      Usaha mengadakan survey penyakit pada tingkat nasional atau regional sehingga dapat mengetahui penyebaran patogen terutama yang terbawa biji.
e.       Karantina tumbuh tumbuhan untuk mencegah keluar masuknya patogen yang membahayakan

BAB 2. METODE PRAKTIKUM

2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Pengantar Teknologi Pertanian dengan judul “Pengujian Kesehatan Biji (Benih)” dilaksanakan di Agroteknopark Jubung, Jember pada hari Kamis, 24 Maret 2016 pukul 07.00-selesai

2.2 Alat dan Bahan
2.2.1 Alat

2.2.2 Bahan
1. Sampel Biji Padi

2.3  Metode Praktikum
1.    Membuat kelompok (5-7 orang /kelompok atau menyesuaikan).
2.    Masing-masing kelompok mengerjakan pengujian kesehatan benih dengan cara pemeriksaan biji kering.
3.    Mengambil biji padi secara sampling sebanyak 50-100 gr/kelompok, dan melakukan pemeriksaan secara kering.
4.    Pemeriksaan biji dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut : (1) bernas tidaknya biji padi, (2) warna biji, (3) biji bercak, (4) ada tidaknya kotoran, (5) jamur di permukaan biji, (6) sklerotia, dsb. Menghitung berapa jumlah dan persentase dari masing-masing parameter tersebut, membuat dokumentasinya.


BAB 3. HASIL

PEKERJAAN PENGUJIAN KESEHATAN BIJI (BENIH)
Parameter
Uraian
Persentase
Dokumentasi

Bernas Tidaknya Biji Padi
Dari 100 benih yang di uji terdapat 4 biji yang hampa, sedangkan 96 biji adalah biji yang bernas, biji yang bernas adalah biji yang tenggelam ketika direndam.
Bernas =
 96 x 100%
100
= 96 %

Warna Biji

Dari 100 benih yang di ujii terdapat 2 benih yang berwarna hijau, 63 benih berwarna kuning dan 35 benih berwarna coklat kehitaman.
-   Hijau =
2 %
-   Kuning =
63 %
-   Coklat kehitaman = 35 %

Biji Bercak

Dari 100 benih yang di uji terdapat 21 benih yang mengalami bercak hitam pada permukaan sekamnya
Biji bercak:
 21 x100 %
100
= 21 %

Ada Tidaknya Kotoran
Dari 100 benih yang di uji tidak ditemukan adanya kotoran pada benih.

-

-
Jamur Dipermukaan Biji
Dari 100 benih yang di uji tidak ditemukan adanya jamur pada benih.       

-

-

Sklerotia
Dari 100 benih tidak ditemukan adanya klerotia
-
-


BAB 4. PEMBAHASAN

Berdasarkan data pada tabel diatas yang diperoleh dari hasil praktikum acara 1 mengenai Pengujian Kesehatan Biji (Benih) yang diadakan di Agroteknopark menunjukkan bahwa benih yang digunakan untuk di uji sebagian besar merupakan benih yang sehat. Pengujian kesehatan benih ini dilakukan dengan cara mengamati benih dan merendam benih padi didalam air selama 24 jam. Benih yang bernas biasanya akan tenggelam kedalam air sedangkan benih yang mengapung merupakan benih yang tidak bernas (hampa). Metode pengujian kesehatan benih ini sesuai dengan pendapat Hatta (2012), dia menyatakan bahwa benih yang bernas dapat dipilih dengan cara merendam benih didalam timba yang berisi air. Benih yang tenggelam merupakan benih yang bernas.
Pengujian kesehatan benih menggunakan benih padi dengan jumlah 100 biji. Benih yang bernas dari 100 benih yang di uji adalah 96% sedangkan 4% merupakan benih yang tidak bernas. Selain dengan cara merendam benih dalam air, pengujian kesehatan benih juga dilakukan dengan cara mengamati benih padi, hal-hal yang perlu diamati adalah warna benih, biji bercak, ada tidaknya kotoran, ada tidaknya jamur pada permukaan biji dan sklerotia. Data hasil mengujian kesehatan benih tersebut menjelaskan bahwa dari 100 benih yang di uji terdapat 2% benih yang berwarna hijau, 35% benih berwarna coklat kehitaman serta 63% benih yang kuning, namun tidak ditemukan adanya kotoran, jamur dan sklerotia pada benih.
Penggunaan benih dengan mutu yang tinggi dan bersertifikat sangatlah disarankan, karena benih yang bermutu tinggi akan menghasilkan bibit sehat dengan jumlah akar yang lebih banyak, menghasilkan perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam serta akan memperoleh hasil yang tinggi. Benih yang telah disertifikasi tidak semua benih yang bernas. Terdapat sebagian benih yang yang tidak bernas. Benih yang tidak bernas seutuhnya tidak akan menghasilkan bibit yang baik. Untuk mengetahui benih bernas atau tidak perlu dilakukan pengujian.
Abdulrachman (2015) menyatakan bahwa penujian benih untuk memisahkan benih yang bernas dengan benih yang tidak bernas dapat dilakukan dengan cara melarutkan pupuk amonium sulfat (ZA) atau garam ke dalam air, namun bisa juga dengan hanya menggunakan air biasa. Pengujian benih dengan menggunakan larutan pupuk ZA dapat dibuat dengan konsentrasi 225 gr/L air. Pengujian benih menggunakan larutan garam dapat dilakukan dengan cara membuat larutan garam dengan konsentrasi 3%, sedangkan pengujian dengan menggunakan air biasa, benih langsung dimasukkan kedalam timbah yang telah diisi dengan air. Volume air harus 2 kali volume benih, kemudian diaduk dan direndam selama 24 jam.
Perendaman benih selama 24 jam berguna untuk mematahkan masa dormansi benih. Dormansi adalah suatu kondisi benih dalam keadaan hidup, namun sulit untuk dapat berkecambah. Dormansi ini disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji. Selama masa penyimpanan benih kadar air pada benih ditekankan untuk sedikit, sepaya tidak terjadi kerusakan-kerusakan pada saat penyimpanan. Lapisan kulit yang keras menghambat penyerapan air dan gas ke dalam biji. Sehingga selain dapat memisahkan antara benih yang bernas dan yang tidak bernas, perendaman ini juga dapat mempercepat proses perkecambahan benih. (Astari dkk., 2014)
Pengujian kesehatan benih sangatlah penting dilakukan untuk mengetahui benih yang bermutu dan benih yang tidak bermutu baik karena adanya patogen, kotoran, bercak maupun sklerotia Tindakan pencegahan kerusakan benih dalam artian benih tetap dalam keadaan baik juga dianggap tidak kalah penting. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan perlakuan pada saat panen maupun pasca panen serta semua perlakuan benih sebelum disemai, yaitu selama penyimpanan. Terdapat dua faktor utama yang berperan dalam penyimpanan benih yaitu kadar air benih dan suhu lingkungan simpan. (Masniawati, 2012)
Perlakuan pada saat panen maupun pasca panen yang kurang baik seperti kadar air benih yang masih tinggi, kerusakan fisik benih, serta suhu dan kelembaban pada tempat penyimpanan yang mendukung untuk pertumbuhan jamur-jamur dan bakteri yang terbawa benih tersebut akan menyebabkan tingginya tingkat serangan jamur maupun bakteri pada benih. Jamur yang tergolong jamur patogen di penyimpanan (storage fungi) akan berkembang dengan baik setelah berada di dalam gudang atau tempat penyimpanan lainnya walaupun sebenarnya infeksi sudah terjadi sejak tanaman masih tumbuh di lapangan.  
Suhu dan kelembaban sangat berperan terhadap pertumbuhan jamur. Suhu dan kelembaban yang tercatat di ruang inkubasi rata-rata 29oC dan 88 %. Kondisi tersebut cukup mendukung untuk pertumbuhan jamur. Patogen-patogen benih menghendaki suhu dan kelembaban tertentu untuk pertumbuhannya yaitu mulai suhu 25oC dan kelembaban berkisar antara 65 – 85%. Walaupun demikian, jamur masih dapat bertahan hidup pada suhu dan kelembaban yang lebih rendah atau lebih tinggi.
Menurut Mulyani (2014), pengujian kesehatan benih perlu dilakukan agar dapat mengetahui benih yang terinfeksi patogen dan sedini mungkin dapat diketahui keberadaan patogen-patogen terbawa benih serta benih yang tidak bernas. Upaya ini dilakukan karena terdapat beragam spesies patogen yang dapat menginfeksi benih padi baik yang terbawa dari lapang maupun selama penyimpanan. Benih yang sehat akan menjamin pertumbuhan tanaman yang optimal di lapangan karena benih merupakan tahapan awal yang dapat menentukan kualitas  dan kuantitas hasil produksi.
Masniawati (2012) menjelaskan bahwa, Seedling Test merupakan salah satu metode untuk melakukan pengujian kesehatan benih. Metode ini dilakukan dengan cara merendam benih ke dalam aquadest selama 1 hari atau 24 jam. Kemudian benih padi tersebut diletakkan secara teratur pada masing-masing cawan petri yang berisi 2 lembar kertas saring yang terlebih dahulu dilembabkan dengan memberi larutan pupuk urea (H2NCONH2) 230 ppm beberapa tetes. Kemudian diinkubasi selama 2 x 24 jam. Metode ini bisa dilakukan untuk setiap jenis padi dengan perlakuan yang sama serta dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Namun cara seperti ini tidak sepenuhnya digunakan oleh masnyarakat. Masyarakat hanya melakukan pengujian benih dengan hanya merendam benih pada air biasa karena metode ini dianggap sangat mudah dan praktis untuk dilakukan bahkan ada yang tanpa melakukan pengujian kesehatan benih terlebih dahulu. Metode ini baik dilakukan untuk pengujian kesehatan benih, oleh karena itu perlu diadakan penyuluhan kepada para petani tentang kelebihan metode pengujian kesehatan benih ini.


BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Pengujian kesehatan benih sangatlah penting untuk mengetahui mutu benih. Pengujian kesehatan benih dilakukan bertujuan untuk menciptakan suatu benih yang unggul dan terbebas dari patogen atau penyakit terbawa benih dan untuk mengetahui jenis patogen yang dibawa oleh benih Benih yang bermutu akan menghasilkan tanaman yang baik pula. Pengujian kesehatan dilakukan dengan merendam biji padi selama 24 jam. Hasil pengujian kesehatan benih yang dilakukan menunjukkan bahwa 96% benih bernas, 2% benih yang berwarna hijau, 35% benih berwarna coklat kehitaman serta 63% benih yang kuning, namun tidak ditemukan adanya kotoran, jamur dan sklerotia pada benih.

5.2 Saran
Dalam pengujian benih sebaiknya menggunakan peralatan bahan laboratorium yang memadai, sehingga tahap penyeleksian benih dapat berjalan cepat tanpa memakan waktu yang sangat lama. Karna apabila pengujian benih dilakukan secara manual yaitu hanya dengan diamati biasa maka penggagu (mikroorgamisme) yang menyerang benih tersebut tidak dapat di lihat sepenuhnya. Pengujian kesehatan sebaiknya dilakukan secara kelompok agar semua anggotanya mengetahui tata cara mengamati benih. Untuk mendapatkan benih unggul dengan varietas yang baik. Sebaiknya petani lebih memperhatikan tanaman padi yang di tanamnya supaya menghasilkan produksi yang terbaik dan hasil produksi tersebut bisa di kembang biakan kembali untuk memperbanyak keturunnya.


DAFTAR PUSTAKA

Abdulrachman, S., S. Wibowo, dan E. Suhartatik. 2015. Panduan Teknologi Budidaya Hazton Pada Tanaman Padi. Jakarta: Agro Inovasi

Astari, R.P.,  Rosmayati, dan Eva S. B. 2014. Pengaruh Pematahan Dormansi Secara Fisik dan Kimia Terhadap Kemampuan Berkecambah Benih Mucuna (Mucuna Bracteata D.C). Agroekoteknologi, 2(2):803-812

Firdaus, J., R. Hasbullah, U. Ahmad dan M. R. Suhartanto. 2014. Deteksi Cepat Viabilitas Benih Padi Menggunakan Gelombang Near Infrared dan Model Jaringan Saraf Tiruan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 33(2): 77-86

Hatta, M. 2012. Uji Jarak Tanam Sistem Legowo Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Padi Pada Metode SRI. Agrista, 16(2): 87-93

Ishaq, I. 2009. Petunjuk Teknis Penangkaran Benih Padi. Jawa Barat: Departemen Pertanian.

Lesilolo, M. K., J. Riry dan E. A. Matatula. 2013. Pengujian Viabilitas Dan Vigar Benih Beberapa Jenis Tanaman Yang Beredar Di Padaran Kota Ambon. Agrologia, 2(1):1-9

Masniawati, A., T. Kuswinanti, dan R. B. Gobel. 2012. Identifikasi Cendawan Terbawa Benih Pada Padi Lokal Aromatik Pulu Mandoti, Pulu Pinjan, dan Pare Lambau Asal Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Hama dan Penyakit, 2(2):1-9

Mulyani, R.B., A. A. Djaya, dan B. Subara. 2014. Pengujian Kesehatan Benih Lima Genotip Padi Lokal di Kalimantan Tengah. Agri Peat, 3(5):1-8

Prasetyo. 2001. Padi Gogo Tanpa Olah Tanah. Jakarta: Penebar Swadaya.